Minggu, 21 Februari 2016

Pelayanan Prima IGD di RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang



TIME SAVING IS LIFE SAVING
Pelayanan Prima IGD di RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang

Sebagai Rumah Sakit Rujukan Utama di Sumatera Selatan, fungsi dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) menjadi sentral teutama dalam menghadapi pasien yang mengalami kegawat daruratan. Keberadaan IGD di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang pun tidak dapat dilihat sebelah mata. Seperti yang diungkapkan oleh kepala instalasi ini, dr. H.Marta Hendry, SpU, bahwa IGD di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah IGD kelas IV (IGD kelastertinggi) dan IGD pertama di pulau Sumatera yang telah melaksanakan amanat Permenkes no 856/2009 yang mensyaratkan adanya dokter spesialis jaga on-site (berada langsung di IGD)."Tidak bisa dipungkiri bahwa pelayanan IGD harus dilakukan secara maksimal dan paripurna, apalagi rumah sakit ini adalah rumah sakit tipe A, rumah sakit rujukan tertinggi di Sumatera Selatan", terang dr. Marta mengawali pembicaraannya. Untuk itu telah disiapkan lima dokter spesialis dasar, yakni, spesialis bedah, kebidanan dan kandungan, penyakit dalam, anak dan anestesi yang jaga on-site. "Keberadaan lima dokter spesialis jaga on-site ini membuat pelayanan IGD di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang masuk dalam kategori pelayanan IGD kelas IV. Artinya pelayanan sudah sangat maksimal, dengan mengedepankan kecepatan waktu tanggap terhadap pasien (respond time). Selain keberadaan lima dokter spesialis tersebut, dokter spesialis lainnya seperti spesialis mata, tht, neurologi, bersifat on-call, dimana bila ada kasus yang perlu dikonsulkan oleh dokter residen jaga kepada dokter spesialisnya maka dapat dilakukan dengan komunikasi telepon dan bila diperlukan untuk datang, maka dokter spesialis tersebut wajib untuk datang menolong" ungkap dr. Marta "Indikator utama pelayanan IGD adalah waktu tanggap (respond time). Semakin cepat pasien ditolong maka semakin baik pelayanan" terang dr Marta. Ada dua pembagian respond time. Pertama adalah respond time sejak pasien datang di depan pintu IGD sampai ditangani oleh dokter triase, yakni tidak boleh melebihi dari 5 menit. Sehingga sebelum lima menit pasien sudah dilayani oleh dokter triase.
Respond time kedua adalah waktu sejak pasien diserahkan oleh dokter triase ke dokter definitifnya sampai ditegakkan diagnosisnya. Respon time kedua maksimal 1 jam. Pasien tidak dirawat di IGD, waktu pelayanan di IGD maksimal 8 jam, sehingga sebelum 8 jam pasien sudah harus dipindahkan ke tempat selanjutnya seperti, instalasi rawat inap, ICU, HCU. " Disinilah salah satu indikator pelayanan IGD, semakin cepat respondtimenya maka semakin baik pelayanannya. Tentu saja bukan hanya pelayanan yang cepat, tapi juga cermat dan tepat," kata dr. Marta. Dengan respond time ini maka pelayanan di IGD menjadi lebih maksimal dan juga memperjelas bahwa fungsi IGD bukan sebagai instalasi rawat darurat, melainkan instalasi penyelamat pasien dengan kegawatan (emergency life saving and stabilization)."Alhamdulillah , sejak Januari 2014, kita sudah berangsur angsur mengurangi jumlah pasien yang terpaksa dirawat di IGD, karena managemen pasien untuk diteruskan ke instalasi rawat inap sudah semakin baik. Selain itu dengan adanya dokter spesialis yang jaga on-site juga mempercepat dan memperbaiki kualitas pelayanan di IGD, yang selama ini semata-mata dilayani oleh dokter residen jaga," terang dr. Marta. Meski respond time sudah baik namun kendala masih saja selalu ada, salah satunya adalah masih kurangnya fasilitas bed ruang ICU,HCU, dan rawat inap, sehingga pasien kadang harus tetap menunggu di


IGD karena ruang rawat inap atau ICU penuh, atau pasien yang harusnya masuk ICU masih tertahan di ruang Resusitasi IGD (P1)," terang dr. Marta."Apalagi RSUP dr. Mohammad Hoesin adalah rumah sakit rujukan tertinggi (rumah Sakit Tipe A) di Sumatera Selatan, dimana menjadi tujuan sebagian besar masyarakat yang sakit, terutama mereka yang tidak mampu, dan ini salah satu yang menyebabkan bertumpuknya pasien di IGD. Sebagian besar kasus-kasus yang datang ke IGD sebenarnya dapat ditangani oleh rumah sakit lain yang berkelas B atau C di metropolis ini, karena sistem pelayanan dan rujukan yang belum maksimal maka pasien pasien dengan level severity (tingkat keparahan penyakit) level 1 dan 2 masih dirujuk ke RSMH. Mestinya pasien ini dapat dilayani oleh tingkat yang lebih rendah seperti, dokter keluarga, puskemas, rumah sakit tipe D,C atau B. Ke depan kita akan
mengajak rumah sakit -rumah sakit tersebut untuk memperbaiki sistem rujukan pasien IGD ini melalui sistem yang disebut SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu), " turtur dr. Marta menutup perbincangan.

Humas@Yeri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar