TIME SAVING IS LIFE SAVING
Pelayanan Prima IGD
di RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang
Sebagai Rumah Sakit
Rujukan Utama di Sumatera Selatan, fungsi dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)
menjadi sentral teutama dalam menghadapi pasien yang mengalami kegawat
daruratan. Keberadaan IGD di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang pun tidak dapat
dilihat sebelah mata. Seperti yang diungkapkan oleh kepala instalasi ini, dr.
H.Marta Hendry, SpU, bahwa IGD di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah IGD
kelas IV (IGD kelastertinggi) dan IGD pertama di pulau Sumatera yang telah
melaksanakan amanat Permenkes no 856/2009 yang mensyaratkan adanya dokter
spesialis jaga on-site (berada langsung di IGD)."Tidak bisa dipungkiri
bahwa pelayanan IGD harus dilakukan secara maksimal dan paripurna, apalagi rumah
sakit ini adalah rumah sakit tipe A, rumah sakit rujukan tertinggi di Sumatera
Selatan", terang dr. Marta mengawali pembicaraannya. Untuk itu telah
disiapkan lima dokter spesialis dasar, yakni, spesialis bedah, kebidanan dan
kandungan, penyakit dalam, anak dan anestesi yang jaga on-site.
"Keberadaan lima dokter spesialis jaga on-site ini membuat pelayanan IGD
di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang masuk dalam kategori pelayanan IGD kelas
IV. Artinya pelayanan sudah sangat maksimal, dengan mengedepankan kecepatan
waktu tanggap terhadap pasien (respond time). Selain keberadaan lima dokter
spesialis tersebut, dokter spesialis lainnya seperti spesialis mata, tht, neurologi,
bersifat on-call, dimana bila ada kasus yang perlu dikonsulkan oleh dokter
residen jaga kepada dokter spesialisnya maka dapat dilakukan dengan komunikasi
telepon dan bila diperlukan untuk datang, maka dokter spesialis tersebut wajib
untuk datang menolong" ungkap dr. Marta "Indikator utama pelayanan
IGD adalah waktu tanggap (respond time). Semakin cepat pasien ditolong maka
semakin baik pelayanan" terang dr Marta. Ada dua pembagian respond time.
Pertama adalah respond time sejak pasien datang di depan pintu IGD sampai
ditangani oleh dokter triase, yakni tidak boleh melebihi dari 5 menit. Sehingga
sebelum lima menit pasien sudah dilayani oleh dokter triase.
Respond time kedua
adalah waktu sejak pasien diserahkan oleh dokter triase ke dokter definitifnya sampai
ditegakkan diagnosisnya. Respon time kedua maksimal 1 jam. Pasien tidak dirawat
di IGD, waktu pelayanan di IGD maksimal 8 jam, sehingga sebelum 8 jam pasien
sudah harus dipindahkan ke tempat selanjutnya seperti, instalasi rawat inap,
ICU, HCU. " Disinilah salah satu indikator pelayanan IGD, semakin cepat
respondtimenya maka semakin baik pelayanannya. Tentu saja bukan hanya pelayanan
yang cepat, tapi juga cermat dan tepat," kata dr. Marta. Dengan respond
time ini maka pelayanan di IGD menjadi lebih maksimal dan juga memperjelas bahwa
fungsi IGD bukan sebagai instalasi rawat darurat, melainkan instalasi
penyelamat pasien dengan kegawatan (emergency life saving and stabilization)."Alhamdulillah
, sejak Januari 2014, kita sudah berangsur angsur mengurangi jumlah pasien yang
terpaksa dirawat di IGD, karena managemen pasien untuk diteruskan ke instalasi
rawat inap sudah semakin baik. Selain itu dengan adanya dokter spesialis yang jaga
on-site juga mempercepat dan memperbaiki kualitas pelayanan di IGD, yang selama
ini semata-mata dilayani oleh dokter residen jaga," terang dr. Marta. Meski
respond time sudah baik namun kendala masih saja selalu ada, salah satunya
adalah masih kurangnya fasilitas bed ruang ICU,HCU, dan rawat inap, sehingga
pasien kadang harus tetap menunggu di
IGD karena ruang rawat inap atau ICU penuh, atau pasien yang harusnya masuk ICU masih tertahan di ruang Resusitasi IGD (P1)," terang dr. Marta."Apalagi RSUP dr. Mohammad Hoesin adalah rumah sakit rujukan tertinggi (rumah Sakit Tipe A) di Sumatera Selatan, dimana menjadi tujuan sebagian besar masyarakat yang sakit, terutama mereka yang tidak mampu, dan ini salah satu yang menyebabkan bertumpuknya pasien di IGD. Sebagian besar kasus-kasus yang datang ke IGD sebenarnya dapat ditangani oleh rumah sakit lain yang berkelas B atau C di metropolis ini, karena sistem pelayanan dan rujukan yang belum maksimal maka pasien pasien dengan level severity (tingkat keparahan penyakit) level 1 dan 2 masih dirujuk ke RSMH. Mestinya pasien ini dapat dilayani oleh tingkat yang lebih rendah seperti, dokter keluarga, puskemas, rumah sakit tipe D,C atau B. Ke depan kita akan
mengajak rumah sakit
-rumah sakit tersebut untuk memperbaiki sistem rujukan pasien IGD ini melalui sistem
yang disebut SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu), " turtur
dr. Marta menutup perbincangan.
Humas@Yeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar